Pendidikan Klinik Keperawatan Dengan Metode Menthorsip
Seseorang
mempunyai motivasi untuk belajar karena adanya kebutuhan untuk berprestasi.
Motivasi merupakan fungsi dari tiga variabel, yaitu
(1)
harapan untuk melakukan tugas dengan berhasil,
(2)
persepsi tentang nilai tugas, dan
(3)
kebutuhan untuk sukses, hal ini merupakan teori motivasi belajar yang
disampaikan oleh David McClelland (Nursalam, Effendy, 2008).
Penulis
merasakan merupakan sebuah prestasi bila mampu memberikan pengajaran kepada
junior, hal ini menjadi sebuah motivasi tersendiri untuk berprestasi.
Proses
pembelajaran dalam keperawatan juga memerlukan motivasi untuk berprestasi. Hal
ini tercermin dari adanya tingkatan dalam proses pembelajaran. Tingkatan
tersebut adalah sarana untuk menghasilkan perawat profesional, harus melewati
dua tahap pendidikan yaitu pendidikan akademik dan tahap profesi, kedua tahap
tersebut merupakan tahapan pendidikan yang terintegrasi sehingga tidak dapat
dipisahkan.
Disiplin akademik lebih menekankan pada pengetahuan dan teori yang
bersifat deskriptif, sedangkan disiplin profesional diarahkan pada tujuan
praktis, sehingga menghasilkan teori preskriptif dan deskriptif. Disiplin
profesi hanya akan didapat di lingkungan klinis karena lingkungan klinis
merupakan lingkungan multiguna yang dinamik sebagai tempat pencapaian berbagai
kompetensi praktik klinis di dalam kurikulum profesional(Nursalam, Effendy,
2008. Nurachmach, E. 2007).
Pendidikan
keperawatan sebagai penyelengggara pendidikan dituntut dapat dengan cepat
merespon proses pembelajaran yang kompleks dan berkelanjutan dalam menghasilkan
lulusan yang mempunyai kemampuan dapat bekerja sesuai bidang ilmunya dan
diterima dimasyarakat secara baik. Oleh karena itu suatu Perguruan Tinggi harus
membekali peserta didiknya dengan attitude, knowledge, skill dan insight sehingga
dapat menciptakan lulusan perawat yang berkualitas dan memiliki daya saing
tinggi (Halarie, 2000. Nursalam & Ferry, 2008. Nurachmach, E. 2007)
Metode
pengajaran klinik konvensional kurang dapat meningkatkan kompetensi klinik para
calon ners, Penelitian oleh Malini dan Huriani (2006). Untuk itu diperlukan
suatu metode pembelajaran yang mampu memantau perkembangan pencapaian tujuan
pembelajaran yaitu mentorship. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana
penerapan mentorship. Apakah mampu meningkatkan
pencapaian kompetensi peserta didik, meningkatkan kepercayaan diri, harga diri
dan kesadaran diri peserta didik. Penelitian ini merupakan penelitian
kualitatif. Menggunakan desain semi ekperimental dimana mahasiswa dibedakan mengalami
pembelajaran menggunakan metode pembelajaran klinik konvensional dengan metode
mentorship.
Penelitian
dilakukan selama 2 siklus praktek
profesi Keperawatan Medikal Bedah. Penelitian ini dilakukan di IRNA B Bedah dan
IRNA C Penyakit Dalam RS Dr M Djamil Padang. Sampel penelitian adalah 24 orang
mahasiswa peserta dan 4 orang pembimbing klinik serta 4 orang mentor.
Pengumpulan data dilakukan melalui Focus Group Discussion (FGD). Pengolahan
data dilakukan mengikuti langkah-langkah pengolahan data hasil FGD oleh Krueger
& Casey (2000). Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan metode
mentorship mampu meningkatkan pencapaian kompetensi. Seperti kompetensi klinik,
kepercayaan diri, harga diri dan kesadaran diri peserta didik. Peneliti
merekomendasikan metode mentorship diaplikasikan sebagai metode bimbingan
klinik keperawatan yang telah dilakukan persiapan yang matang.
Berdasarkan
Hasil tesis Penerapan Metode Mentorship Untuk Meningkatkan Kompetensi Mahasiswa
Pada Pembelajaran Klinik Keperawatan (Studi Pada Mahasiswa Akper Dr. Soedono
Madiun Di RSUD Caruban) memberikan kesimpulan Penerapan mentoring mampu
meningkatkan kompetensi mahasiswa, meskipun pencapaiannya belum 100%, namun
mentoring ini mampu meningkatkan efek positif pada psikologis mentee yang
bermanfaat bagi praktek klinik selanjutnya (Handayani, 2012).
Gambaran
hasil penelitian tentang metode pembelajaran klinik keperawatan mengharuskan
tanggungjawab kepada masyarakat profesional keperawatan dalammelaksanakan
keperawatan profesional, dengan sistem nilai dan tradisi profesionalnya adalah
hal yang mutlak dalam pendidikan keperawatan sebagai pendidikan profesional.
Lahan praktek keperawatan merupakan komponen pendidikan yang perlu mendapat
perhatian bagi para pengelola lahan praktek. Maka dengan adanya lahan praktek
dan komponennya yang baik akan dapat dikembangkan pengalaman belajar klinik
dengan benar.
Perubahan
sikap dan keterampilan profesional dengan melalui pengalaman klinik yang
diselenggarakan dengan benar dalam tatanan pelayanan keperawatanprofesional
sangat menentukan kualitasdan kondisi perawat dimasa mendatang, selain itu juga
tergantung dari perawat untuk menyiapkan peserta didik keperawatan yang praktek
di klinik. Tanpa disadari ternyata perawat kurang memperhatikan proses
bimbingan terhadap peserta didik baik tingkat DIII maupun Ners muda. Seakan
fokus perawat “hanya” mengurus pekerjaannya sehari-hari saja.
Ada
anggapan bahwa urusan pendidikan dan bimbingan kepada peserta didik merupakan
tanggungjawab institusi pendidikan. Sehingga perawat klinik merasa
“setengah-setengah” dalam melakukan bimbingan dan yang dirasakan oleh peserta
didik (mentee) praktek adalah kesan “disuruh” melakukan sesuatu pekerjaan.
Kenyataannya pembimbing dari institusi pendidikan frekwensi kehadirannya di
klinik bisa dikatakan jarang. Perawat yang ada di bangsal banyak disibukkan
dengan pekerjaannya masing-masing sehingga tidak sempat melakukan bimbingan
kepada mentee. Oleh karena itu untuk menjawab dan mengatasi semua permasalahan
tersebut diatas maka perlu dilaksanakan bimbingan klinik dengan menggunakan
metode mentorship(Halarie, 2000. Nursalam & Ferry, 2008. Nurachmach, E.
2007).